Mengenal Djalaludin Tantu, Patriot Udara Dari Serambi Madinah


Djalaludin adalah nama bandar udara Provinsai Gorontalo, sebuah daerah yang relatif baru. Tak ba­nyak yang tahu mengapa airport di sini diberi nama Djalaludin. Gorontalo tidak pernah sepi dari gerakan patriotisme dalam melawan penjajahan Belanda hingga kemerdekaan. (Baca: Sejarah Gorontalo)

Djalaludin sejak kecil diakui sebagai seorang pemberani, giat, disiplin dan penuh tanggung jawab. Semasa remaja ia dekat dengan kalang­an Belanda, bahkan sekolahnya pun (setara SMA) ia pernah ikut pendidikan Belanda sampai tamat. (Baca: Hari Pahlawan: Yuk Kenali Lebih Jauh Nani Wartabone, Pahlawan Nasional Kita)

Semangat nasionalismenya pun tak pernah pudar. Menurut sumber sejarah, Djalaludin mulai mengusik sikap penjajahan di daerahnya. Ia menelusuri jejak masuknya Belanda ke Gorontalo melalui jalur wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate. (Baca: Tiga Tokoh Daerah Ini Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional)

Pada 1678 pertama kali diadakan kontrak dengan Raja Gorontalo, Belanda telah mendirikan kantor dagang di Gorontalo. Dari sinilah, kekuasan Belanda atas daratan Gorontalo resmi dimulai.

Pilih Angkatan Udara

Djalaludin memutuskan untuk bergabung dengan Angkutan Udara, mengingat pertumbuhan Angkatan Udara erat hubungannya dengan kebangkitan Indonesia. Di benaknya, demi perjuangan terhadap da­erahnya suatu kenyataan bahwa ia harus ikut menoreh sejarah perjuangan bangsa dengan tinta emas.

Ia masuk sekolah penerbang di Yogyakarta hingga tamat. Di sana justru semangatnya makin berkobar, ia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan sama mempertahankan Indonesia, seperti Halim Perdanakusuma, Adisutjipto, Abdurahman Saleh, Iswajuhdi, Supadio, Adi Soemarmo, Husein Satranegara.
Selama menempuh pendidikan, ia mendapatkan pelatihan menerbangkan pesawat, teknik pemeliharaan pesawat bahkan alat-alat perang.

Kemudian, Djalaludin melengkapi unsur-unsur kekuatan dan alat utama dalam menghadapi perjuang­an fisik. Ia bergabung dalam Badan Keamanan Rak­yat (BKR) pada 23 Agustus 1945 termasuk mencetuskan lahirnya Badan Keamanan Rakyat Oedara (BKRO).

Anggota-anggota BKRO terdiri dari anggota pe­nerbangan Belanda, Jepang dan pemuda pejuang lainnya. Usaha pertama yang dilakukan para pemuda pejuang yang tergabung dalam BKRO adalah merebut pangkalan-pangkalan udara dari tangan tentara Jepang, termasuk unsur pesawat beserta fasilitas lainnya.

Usaha perebutan pangkalan udara dari tentara Jepang terjadi di mana-mana antara lain di Maospati, Maguwo, Bugis, Borneo, Madiun, Andir (Bandung) dan Malang. Djalaludin dan BKR Oedara terbentuk di daerah-daerah pangkalan atau pusat-pusat unsur penerbangan seperti Pangkalan Udara (PU) Maguwo di Yogyakarta, PU Bugis di Malang, PU Pandanwangi di Lumajang, PU Panasan di Solo, PU Kalibanteng di Semarang, PU Cibeureum di Tasikmalaya, PU Jatiwa­ngi di Cibeureuem, PU Cililitan di Jakarta dan beberapa tempat di Borneo (Kalimantan) dan Celebes (Sulawesi).

Gugur dalam Penerbangan

Djalaludin dan pemuda lainnya pada saat berlangsungnya perebutan senjata di seluruh pelosok tanah air telah mengundang simpati dari pemerintah. Akhirnya pada 5 Oktober 1945 pemerintah  mengeluarkan maklumat yang isinya mengubah BKR menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat).

Jiwa-jiwa Angkatan Udara kemudian tergabung dalam Pembentukan TKR Jawatan Penerbangan saat itu masih pada situasi dalam rangka menegakkan kemerdekaan dan perebutan-perebutan senjata dari tangan Jepang.

Tokoh yang satu ini terus berkiprah dalam TKR Djawatan Penerbangan yang kemudian berkembang menjadi Tentara Republik Indonesia Oedara (TRIO) dalam perkembangannya berubah menjadi TNI Angkatan Udara sampai sekarang.

Djalaludin dan rekannya kalah persenjataan, perlawanan mengalami kegagalan yang mengakibatkan gugurnya parajurit terbaik Angkatan Udara termasuk Kadet Kasmiran.

Kemudian dua prajurit Angkatan Udara di Pangkalan Udara Panasan dalam usaha membumihanguskan pangkalan supaya tidak bisa dimanfaatkan Belanda. Mereka adalah Kopral Udara Semi dan Kopral Udara Sarsono.

Pada 1964 terjadi perlawanan sengit dengan Malaysia. Presiden Soekarno mengeluarkan intruksi yang diberi nama Dwikora. Dalam menggencarkan dan mendukung operasi tersebut, Angkatan Udara mengerahkan pesawat B-25 Mitchel, UF-1 Albatros, C-130 Hercules, TU-16.

Seorang tokoh Gorontalo ikut terlibat yaitu Letkol Pnb Djalaludin Tantu. Ia menerbangkan C-130 Hercules dengan nomor T-1307. Pesawat diterbangkan oleh Letkol Pnb Djalaludin Tantu membawa pasukan PGT berjumlah 47 orang, yang dipimpin Letkol Udara Sugiri Sukani untuk diterjunkan di daerah perbatasan.
Namun, pesawat kehilangan kontak dan di-nyatakan hilang. Seluruh penumpangnya dinyatakan gugur, termasuk Letkol Pnb Djalaludin Tantu dan Letkol Udara Sugiri Sukani.


Source: tabloidaviasi.com