Gubernur Rusli Bakal Dinonaktifkan, Pakar Hukum: Mendagri Tak Punya Dasar Hukum

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan menonaktifkan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie dari jabatannya terkait pemeriksaan Rusli sebagai terdakwa kasus pencemaran nama baik mantan Kapolda Gorontalo Budi Waseso di Pengadilan Negeri Gorontalo.

Mendagri mengungkapkan hal itu di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (29/5), seusai acara sosialisasi pilkada serentak. Menurut Mendagri, penonaktifan kepala daerah hal yang wajar manakala ia didakwa kasus pidana. "Ya, bagian hukum kami (Kemendagri) tengah menggodok penonaktifan Gubernur Gorontalo untuk dibuat keppres, mungkin pekan depan," kata Tjahjo dilansir koran Kompas edisi Sabtu (30/5).

Rusli menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso saat menjadi Kapolda Gorontalo pada 2013. Dalam sidang awal Mei lalu, jaksa Gerson Saudila mendakwa Rusli mencemarkan nama baik Waseso melalui surat yang dikirim ke Presiden, Menko Polhukam, dan Mendagri, 2013.

Tjahjo mengatakan, langkah penonaktifan Rusli demi konsentrasi dia atas tuntutan pidana. Ini mengingat, ia menerima kabar Rusli kerap mangkir dari sidang, berdalih sibuk dengan pekerjaannya sebagai gubernur. "Saya dengar sering mangkir dari sidang, alasan pekerjaan," ujarnya.

Menanggapi pernyataan Menteri Tjahjo, pakar Hukum Tata Negara Dr. Arie Duke Widagdo dilansir Antara mengatakan rencana Menteri Dalam Negeri Tjaho Kumolo untuk menonaktifkan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, terkait kasus dengan Komjen Budi Waseso, tidak memiliki dasar hukum.

"Kalau gubernur dinonaktifkan dasarnya apa dulu? Karena dalam Undang-undang Pemerintah Daerah itu kepala daerah bisa diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD, jika didakwa dengan pasal yang ancaman hukumannya minimal lima tahun," jelasnya di Gorontalo, Sabtu (30/5).

Namun dalam kasus tersebut dugaan pencemaran nama baik mantan Kapolda Gorontalo Komjen Pol Budi Waseso, Gubernur didakwa pasal 317 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan
dakwaan subsider pasal 311 KHUP dengan ancama hukuman maksimal empat tahun penjara.

"Intinya ada di ancaman hukuman dalam pasal yang dikenakan kepada terdakwa. Selama itu tidak terpenuhi, maka penonaktifan kepala daerah tidak bisa dilakukan oleh Mendagri," tambahnya.

Hal senada juga diungkapkan pengacara Gubernur Gorontalo, Herson Abas yang membantah kliennya akan dinonaktifkan, karena kasus tersebut belum berkekuatan hukum tetap dan mengikat.

"Kasusnya kan masih berjalan, belum inkrah. Juga tidak ada rapat paripurna DPRD yang mengusulkan penonaktifan gubernur kepada Mendagri," ujarnya.

Ia menduga pernyataan Mendagri tersebut hanya untuk menanggapi pertanyaan wartawan mengenai kasus yang membelit Ketua DPD I Golkar Provinsi Gorontalo itu.

Menurutnya alasan Mendagri untuk menonaktifkan gubernur karena sering mangkir sidang, juga tidak bisa dibenarkan karena Rusli menghadiri setiap sidang di Pengadilan Negeri Gorontalo.