Ilustarsi orang tua mengamuk/Foto: Tribuntimur |
Kejadian seperti ini sebenarnya tidak semestinya terjadi disaat daerah tengah bereuforia menyambut ulang tahunnya. Namun naluri seorang ibu yang tidak ingin melihat anaknya menderita membuat Amna Abdjulu memberanikan diri mengamuk ditengah pelaksanaan Rapat Paripurna DPRD, Senin (20/4).
Amna bukan tanpa alasan untuk menerobos dan 'mengganggu' jalannya rapat terhormat para wakil rakyat yang turut dihadiri Wakil bupati Gorut, Roni Imran dan seluruh pimpinan SKPD dan Bagian yang ada di daerah tersebut.
Ibu paruh baya itu ingin menyampaikan aspirasi mengenai tidak terkapernya Abdul Rahman Suleman yang merupakan anaknya sendiri sebagai tenaga honor di daerah yang akan memperingati ulang tahunnya ke 8 tersebut.
Abdul Rahman sendiri merupakan tenaga abdi di salah satu sekolah yang ada di kecamatan Kwandang, mirisnya, Rahman menjalani kerjanya sebagai tenaga abdi selama 5 tahun tanpa ada SK dari pemerintah daerah setempat. Perlu diketahui bahwa guru abdi tanpa SK tentunya tanpa gaji seperserpun.
Menurut Amna, ia selalu menghadap Bupati, namun selalu hanya mendapat harapan palsu. Pasalnya pada tahun kemarin, pemerintah menjanjikan untuk mengeluarkan SK bagi guru yang sampai saat itu belum menerima SK termasuk anaknya, namun sayang sampai hari diterbitkannya SK, anaknya bersama guru yang telah mengabdi bertahun-tahun itu tidak juga menerima SK. Hal tersebut memberanikan diri Amna sebagai orang tua yang ingin memperjuangkan nasib anaknya.
Menampar wajah pemerintah dan dan anggota DPRD
Tangisan histeris terdengar keras di ruang sidang wakil rakyat. Tangisan orang tua yang tengah memperjuangkan nasib anaknya itu sebenarnya menampar wajah pemerintah daerah yang tengah menyambut hari jadi daerah itu. Kejadian yang sebenarnya tidak perlu terjadi saat pemerintah tengah menyampaikan laporan keterangan kegiatan pemerintahan dengan kesuksesan program kesejahteraan rakyat. Seharusnya pemerintah malu dengan mengklaim berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Kejadian tersebut pun semakin memperjelas ketidak pekaan para wakil rakyat yang seharusnya lebih tahu apa yang terjadi pada konstituennya. Seharusnya mereka malu dengan mengatakan aspiratif, dan selalu terdepan dalam dan memperjuangkan hak-hak rakyat. Apa yang dialami Abdul Rahman bukan tidak mungkin telah masuk dan disampaikan terlebih dahulu kepada para anggota dewan yang terhormat tersebut bukan?
Masih banyak guru honorer yang 'teraniaya'
Nasib yang menimpa Abdul Rahman bukan pertama kali dan satu-satunya terjadi di Gorut, hal serupa pernah dan banyak menimpa para tenaga honorer di daerah tersebut, terutama mereka Guru Tidak Tetap (GTT). Dari masalah gaji yang tidak sama dengan PTT (Pegawai Tidak Tetap), sampai masalah yang dialami Abdul Rahman.
Dengan hanya bergaji Rp600.000/ bulan, seharusnya nasib para pahlawan tanpa tanda jasa ini lebih diperhatikan. Bukankah tanpa dedikasi seorang guru kita bukanlah siapa-siapa? Bukankah tanpa mereka tidak ada gelar dan pangkat yang sering membuat kita lupa akan dunia ini?
Pengirim: Orang yang tidak diharapkan dan tidak pernah dianggap
Kwandang, Gorut.
Editor: Tim DPG