Nani Wartabone adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan tokoh perjuangan dari Gorontalo. Nani Wartabone lahir pada 30 Januari 1907 dan meninggal dunia di usia 78 tahun, pada 1986.
Dalam rangka mengenang hari pahlawan, berikut adalah hal-hal tentang dirinya yang mungkin belum Anda ketahui:
Tidak sepaham dengan ayahnya
Dikutip dari Merdeka, ayah Nani Wartabone, Zakaria Wartabone, merupakan seorang aparat yang bekerja untuk Pemerintah Hindia Belanda. Walaupun ayahnya bekerja untuk Belanda, Nani Wartabone memiliki pandangan yang bertolak belakang terhadap penjajah. Bahkan, ia pernah membebaskan tahanan ayahnya karena tak sampai hati melihat rakyatnya dihukum.
Rela dipenjara demi bangsa dan negara
Ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Nani Wartabone ditangkap dan dipenjara di Manado hingga Juni 1944. Beliau kembali dipenjara dan dipindahkan ke Morotai, lalu ke penjara Cipinang, Jakarta, karena menolak menyerahkan kekuasaan kepada Australia sebagai wakil Sekutu. Beliau dibebaskan pada tanggal 23 Desember 1949.
Sebelum meninggal, beliau pernah menjabat sebagai Residen Koordinator Sulawesi Utara, anggota DPR Gotong Royong, anggota Dewan Perancang Nasional, dan anggota MPRS.
Memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo sebelum kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Nani Wartabone dan masyarakat Gorontalo memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo pada 23 Januari 1942. Ia dan rakyat Gorontalo melakukan penangkapan terhadap kepala Jawatan Belanda yang masih berada di Gorontalo, sampai akhirnya berhasil mengusir mereka dari Gorontalo. Selesai penangkapan, Nani watanobe memimpin upacara pengibaran bendera merah putih yang diiringi lagu Indonesia Raya.
Inilah sepenggal isi pidato Nani Wartabone:
Pada hari ini, 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada disini sudah merdeka, bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga. Bendera kita adalah Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya, pemerintahan Belanda telah diambil alih oleh pemerintahan nasionalNani Wartabone
Namun, sebulan setelah proklamasi kemerdekaan Gorontalo, datanglah tentara Jepang yang melarang adanya bendera merah putih. Nani Wartabone mulai memimpin pergerakan untuk melawan kependudukan Jepang, tetapi tidak kuasa melawan kekuatan mereka. Pada 30 Desember 1943, Nani Wartabone ditangkap dan diasingkan ke Manado. Ia baru dilepaskan Jepang pada 6 Juni 1945, saat tanda-tanda kekalahan Jepang dari Sekutu mulai tampak.
Setelah menyerah kepada Sekutu, Jepang masih menghormati Nani Wartabone sebagai pemimpin rakyat Gorontalo. Hal ini terbukti dengan adanya penyerahan pemerintahan Gorontalo dari Jepang kepada Nani Wartabone pada tanggal 16 Agustus 1945. Sejak hari itu, Sang Saka Merah Putih kembali berkibar di Gorontalo setelah diturunkan Jepang pada 6 Juni 1942.
Mendapat gelar pahlawan nasional
Nani Wartabone mendapat gelar anumerta pahlawan nasional dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003 silam. Gelar ini diberikan pada peringatan Hari Pahlawan, 10 November, di Istana Negara. Penghormatan ini diterima oleh putra termuda Nani, yaitu Djalaludin Wartabone.
Dijadikan nama taman nasional dan dibuatkan monumen penghormatan
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, yang dulu dikenal sebagai Taman Nasional Dumoga Bone, merupakan sebuah hutan lindung yang dijadikan taman nasional. Taman nasional ini terletak di Semenanjung Minahasa dan memiliki luas sekitar 287.115 hektar.
Selain itu, Nani Wartabone ternyata juga dibuatkan monumen penghormatan. Monumen ini berupa patung besar Nani Wartabone yang berpakaian seperti anggota pramuka di lapangan Taruna Remaja Kota Gorontalo.
Monumen Nani Wartabone ini dibangun pada 1987, pada saat Drs. A. Nadjamudin menjabat sebagai gubernur Gorontalo. Monumen Nani Wartabone terletak tepat di depan rumah dinas Gubernur Provinsi Gorontalo. Monumen ini dibangun untuk mengingatkan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942 kepada masyarakat Gorontalo.