Gubernur Gorontalo Hadiri Sidang Perdana Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik



Sidang
perdana kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie terhadap mantan Kapolda Gorontalo Budi Waseso akhirnya digelar Kamis (7/5). Mantan bupati Gorontalo Utara itu terlihat tiba di PN Gorontalo sekitar pukul 09:43 waktu setempat yang turut ditemani istri tercinta dan sejumlah penasehat hukumnya. Selain itu, terlihat pula sejumlah pejabat Pemprov turut menghadiri sidang Ketua DPD Golkar Provinsi Gorontalo itu.

Rusli yang mengenakan kemeja putih itu mengikuti sidang beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Gerson A Saudila, SH dan Amphi, SH menyebutkan bahwa pada 17 Juni 013 silam, Rusli diduga denga sengaja mengadukan atau mengajukan pemberitahuan palsu Komjen Pol Budi Waseso kepada penguasa.

Adapun isi surat orang nomor satu di Provinsi Gorontalo itu yakni pemberitahuan kepada Mengkopolhukam saat itu mengenai kondisi keamanan di daerah berjuluk serambi Madinah tersebut. Rusli menyampaikan bahwa fugsi koordinasi dengan Kapolda mengalami kendala sebab Kapolda sudah tidak bersinergi dengan pemerintah Provinsi.

Hal itu bermula saat Budi merasa tersinggung saat rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah 25 Maret 2013. Dalam rapat tersebut, Kapolda sempat ditanyakan mengenai pembiaraan penyerangan serta pemukulan Kepala TVRI Gorontalo oleh sekelompok orang. Namun stelah ditangani dan diperiksa oleh Kompolnas, aduan tersebut tidak benar.

Sementara itu, usai sidang, kuasa hukum Gubernur Gorontalo, Herson Abas mengatakan pihaknya masih akan menunggu pemeriksaan saksi untuk menyimpulkan apakah dakwaan itu terbukti atau tidak. Herson mengaku tak lagi mengajukan tanggapan atas dakwaan jaksa karena sudah masuk ke materi pokok perkara. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Sebelumnya, Budi yang kini menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Polri telah melaporkan kasus pencemaran nama baiknya ke Polda Gorontalo pada 2013, sedangkan Rusli ditetapkan menjadi tersangka pada 17 Februari 2015. Gubernur dijerat dengan Pasal 317 ayat (1) dan (2) subsider Pasal 311 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 316 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara.