Kasus Penistaan Agama; Ini Surat Terbuka Dari Ahli Bahasa Indonesia Kepada Presiden RI, Kapolri,



Perkenankan saya menyampaikan pikiran saya mengenai  "Dugaan" Penistaan Agama yang saat ini sedang ramai diperbincangkan di manapun dan oleh siapapun di negeri kita tercinta, Indonesia.

Assalamu’alaikum wr. wb.
Yang Terhormat,
1.  Bapak Presiden RI
2.  Bapak Kapolri cq. Kabareskrim  RI
3.  Bapak Panglima TNI
4.  Bapak Menteri Agama RI
5.  Kemendikbud cq Pusat Bahasa Indonesia
6.  Saudara saudara sebangsa dan Setanah Air

Perkenalan

Saya, Totong Sih Ariwanto, Mantan Lecturer/Dosen Bahasa Indonesia di Pusat Studi Asia Tenggara, Universitas Ho Chi Minh City, Vietnam,  memberikan pendapat, dengan harapan, pendapat ini bisa dibaca dan dipertimbangkan oleh Bapak Bapak yang saya sebut di atas.

A.  Bedah bersama Bahasa Indonesia

Bahasa yang kita pakai sehari hari ini sebenarnya sederhana dan cukup mudah dipahami oleh Bangsa Indonesia. Dalam kaidah KBBI suatu kalimat akan disebut lengkap jika memenuhi unsur SPOK (Subyek, Predikat, Obyek dan Keterangan).

Namun bisa saja kalimat itu hanya terdiri dari SPK, SPO, SP bahkan P!!!!
- Saya makan nasi pakai sendok (SPOK)
- Saya makan pakai sendok (SPK)
- Makan!! (P) Kalimat Perintah...

Perlu dimengerti, Bentuk Pasif dan Aktif HANYALAH permasalahan Gramatika/Tata Bahasa. Maksudnya? Isi, makna ataupun esensi yang tersirat dalam suatu kalimat adalah diperankan oleh Predikat. Baik menggunakan bentuk Pasif maupun Aktif, makna atau isi kalimat TIDAK PERNAH BERUBAH.

Saya makan nasi atau Nasi saya makan, adalah kalimat YANG SAMA yang maknanya adalah Kegiatan MAKAN. Penggunaan Bentuk Aktif atau pasif hanya untuk MEMBEDAKAN bagian KALIMAT MANA yang akan ditonjolkan.

Ketika kita gunakan Bentuk Aktif: "Saya makan nasi" maka yang INGIN DITONJOLKAN/ DITEGASKAN adalah Saya. Dalam hal ini ditegaskan yang makan nasi adalah saya BUKAN Badu, Bukan Budi, BUKAN Amir, BUKAN dia tapi SAYA.

Ketika kita gunakan Bentuk  Pasif: "Nasi saya makan", maka yang INGIN DITONJOLKAN / DITEGASKAN  adalah Nasi. Dalam hal ini ditegaskan yang dimakan adalah NASI BUKAN Jagung, BUKAN pecel, BUKAN Cendol tapi NASI.

SANGAT MUDAH DIPAHAMI.

Permasalahan Utama.
Saat ini sebagian bangsa Indonesia ramai membicarakan Ucapan Gubernur DKI, Bapak Basuki Tjahaya Purnama (selanjutnya saya tulis BTP).

Ucapan BTP pada menit ke 19:12 di Pulau Seribu.
"Dibohongi PAKAI Surat Al Maidah 51 macem macem itu."
"Saya takut masuk neraka, dibodohin itu."

Dengan membaca uraian saya di bagian atas..... akan SANGAT MUDAH menangkap arti, maksud ataupun makna kalimat yang diucapkan BTP.

Kita Bedah bersama.

"Dibohongi pakai Al Maidah 51, macem macem itu."

Ini kalimat tidak lengkap hanya ada P dan K. Tapi sudah cukup mengandung arti sesuai yang diinginkan oleh Predikat yaitu "dibohongi" atau jika bentuk Aktif... membohongi. Dalam menit sebelumnya, ucapan ini ditujukan kepada Ibu Ibu yang hadir. Jadi makna dalam kalimat ini sudah sangat jelas yang dibohongi adalah Ibu Ibu (tentunya Ibu Ibu yang beragama Islam).

Yang tersirat dalam ucapan BTP adalah: Al Maidah dipakai sebagai alat untuk berbohong. Sangat jelas...

Baik dalam Bentuk Aktif maupun Pasif, makna kalimat tidak akan pernah berubah, karena Pesan utama dalam sebuah kalimat terlihat pada PREDIKAT ("Dibohongi").

Hanya saja ketika sebuah kalimat tidak ada Obyek (Kalimat Intransitif) tentu tidak bisa diubah menjadi bentuk aktif.

B. Pendapat saya Pribadi.

BTP sebagai Gubernur, sudah mengucapkan atau melontarkan Pernyataan bernada "INSULTING", (Menuduh, menghina atapun melecehkan), itu sudah sangat jelas!!!!! Lihat mimik atau pun nada nya waktubicara.

Sebagai Pengikut Non-Muslim (ini sama sekali bukan SARA) SANGAT TIDAK PANTAS, dan SANGAT MELAMPAU BATAS, saya ulang SANGAT MELAMPAU BATAS, BTP sebagai pemimpin memasuki AREA keyakinan Orang Lain (Islam), MENGGUNAKAN ayat ayat Al Qur”an yang sangat Disucikan oleh Umat Islam, dengan menuduh atau menghina sebagian orang Islam (dalam hal ini bisa Pemuka Agama Islam -Ulama, Kyai, Ustadz- yang menyampaikan Syiar Islam dan mungkin ayat lain dalam Al Quran, untuk menyeru Ummat Islam memilih Pemimpin yang SEIMAN) secara sadar atapun tidak sadar.

Lebih memprihatinkan, Pemeluk Agama lain (di Medsos) ikut "Meng-COPAS" dan menafsirkan Ayat suci Al-Quran, demi mencari Pembenaran Ucapan Seorang BTP, yang merupakan Pemimpin bagi warga Jakarta.

Sebagai ILUSTRASI lain, banyak Video dan mungkin Kebaktian Sahabat kita yang NON MUSLIM, di mana Pendeta atau Pemuka Agama tersebut MENYERU kepada Jemaatnya untuk pilih AHOK (BTP).  "Ahok itu pilihan Tuhan, Ahok itu Utusan Tuhan untuk Jakarta".  Kita pilih Pemimpin yang seiman... dsb..

Salahkah Pendeta yang menyampaikan ajakan tsb? SAMA SEKALI TIDAK SALAH, Bahkan KITA WAJIB MENGHORMATI seruan ITU. Itu Hak Mereka. Harus dihargai!!!!! Itulah Keyakinan yang TIDAK BOLEH DICAMPURI oleh Penganut agama lain. Islam pun tidak boleh memasuki area tersebut.......

Coba apa jadinya, maaf, ketika  dalam seruan Kebaktian tersebut, ada yang masuk dan menyela "MAU SAJA DIBOHONGI PAKAI BIBEL!!!!!" Tidak boleh kan... Pasti tidak boleh dan akan menimbulkan permasalahan serius.....

Ketika giliran Ulama menyampaikan seruan ini, kenapa semua bereaksi negative, SARA, bahkan seorang Menteri Agama dan Presiden pun minta AGAMA TIDAK BOLEH DIPAKAI ataupun DIBAWA UNTUK BERPOLITIK!!!!!!! Kenapa?  Sekali lagi kenapa????

Sangat DISESALKAN rujukan yang dipakai oleh seorang "AHLI BAHASA" Pusat Bahasa Indonesia, Ibu Yeyen Maryani, memberikan keterangan bahwa karena ini KALIMAT PASIF maka tidak ada unsur Penistaan. Saya sarankan kepada Mendikbud dalam hal ini Pusat Bahasa Indonesia, untuk mendiskusikan ulang Pernyataan Ahli Bahasa tsb. Karena pernyataan itu sekarang banyak "di-COPAS" oleh Netizen tanpa mereka mengerti makna dari kalimat yang diucapkan BTP.  Sekali lagi makna kalimat bukan ditentukan oleh bentuk Pasif ataupun bentuk Aktif, tapi lebih ditentukan oleh Predikat......  dan akan LEBIH MENYESATKAN jika dipakai oleh Bareskrim sebagai Rujukan dalam MEMUTUSKAN KASUS INI.

Penutup

Bahwa sudah demikian adanya, Bangsa Indonesia ini terdiri dari berbagai Suku, Ras Agama dan Keyakinan. Ada yang perlu dipahami: Jangan memasuki Urusan Agama yang Diyakini seseorang.   Bagimu agamamu, bagiku agamaku.

Bahwa kita hidup di Indonesia, tetangga dan bahkan Adik, kakak dan Saudara kita ada yang Islam, Katholik, Kristen, Budha, Hindu, Kong Hu Chu bahkan tidak ber-Tuhan. Itu urusan masing masing. Kita tetap hidup rukun berdampingan, bercanda tanpa menyinggung satu sama lainnya.

Bahwa, SAMPAI LEBARAN KUDA (meminjam istilah SBY, 2016)  yang namanya Air dan Minyak Sayur, Tidak akan pernah bisa disatukan, Dikocok, Diudeg, dengan energy Sedahsyat Bom Atom pun, mereka tidak akan bersatu. Tetapi coba berikan warna yang indah pada air, minyak, letakkan dalam SATU gelas yang indah, biarkan saja begitu.... pasti akan menjadi suatu Ornamen yang indah dilihat dan mungkin dirasakan.

Demo yang dihadiri oleh Ratusan ribu Ummat Islam bukanlan Masalah Pilkada. Namun itu adalah Demo Sebagian Ummat dari berbagai wilayah Indonesia yang merasa Tersinggung hanya karena Kesombongan, Arogansi, Tutur kata yang tidak Bijak, merasa paling benar..... dari seorang Pemimpin yang ada di kita.

'Tentu akan indah jika kita memaafkan' katanya begitu... Namun harus dingat.... kata kata itu telah terlontar, telah terucap, dan telah menyakiti Ummat Islam.

Semoga keadilan MASIH bisa ditegakkan di Bumi Pertiwi, Indonesia. Jangan lagi ada Diskriminasi Hukum, tajam ke bawah Tumpul ke atas.

Saya sepenuhnya bertanggung jawab terhadap isi tulisan ini.

Semoga Allah SWT memberikan hidayah bagi Pemimpin bangsa ini untuk mengambil keputusan yang tepat dengan Rujukan yang tepat dan benar. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.

Bogor, 7 November 2016

Totong Sih Ariwanto