Presiden Joko Widodo (Foto: Tempo.co) |
Pemerintahan Joko Widodo tidak konsisten. Ditengah harga minyak dunia mengalami penurunan tetapi pemerintah tak kunjung menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Padahal jika kita melihat kebijakan pemerintah yang menyerahkan harga minyak ke pasar (neolibral), harusnya juga pemerintah mengikuti harga pasar. Jika harga minyak di pasar turun, ya pemerintah harusnya juga menurunkan harga BBM.
Sikap pemerintah yang enggan menurunkan harga BBM disaat harga minyak dunia turun, mengesankan pemerintah hanya mencari enaknya saja dari setiap kebijakan yang diambil.
Sebelumnya, pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kebijakan. Pemerintahan yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat itu, berkomitmen mengevaluasi harga BBM per dua pekan.
Hasilnya, selama masa pemerintahan Presiden Jokowi, total sudah menaikan tiga kali harga BBM dan dua kali menurunkan harganya.
Pertama, belum sebulan Jokowi menjadi Presiden, BBM naik Rp 2.000 pada 17 November 2014. Meski sempat menurunkan BBM dua kali menjadi Rp 6.600/ liter, pemerintah kembali menaikkan harga BBM 200/liter menjadi Rp 6.800 bulan lalu (28/2).
28 Maret, pemerintah hasil koalisi PDIP, PKB, Nasdem dan Hanura tersebut, kembali menaikkan harga BBM ketiga kalinya sebesar Rp 500 menjadi Rp 7.300. Langah pemerintah melakukan kebijakan tersebut, karena pemerintah menyerahkan harga minyak ke pasar alias menyesuaiakan harga BBM dengan harga minyak dunia.
Namun kini disaat harga minyak dunia kembali turun, pemerintah enggan menurunkan harga BBM seperti yang dilakukan sebelum-sebelumnya.
Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan alasan pemerintah tidak menurunkan harga BBM karena untuk menutupi kerugian yang ditanggung Pertamina.
Pertanyaannya, terus kerugian yang dialami rakyat akibat pemerintah menyerahkan harga minyak ke pasar bagaimana?